Selasa, 29 Juli 2008






ANTARA DINA, SELVA DAN TANTENYA
Tanggal 29 Juli 1998 Seperti yg sebelumnya saya ceritakan, Tante Vivi menyuruh saya datang malam ini kerumahnya. Sebenarnya agak malas juga en khawatir, bagaimanapun saya lebih senang mengajak Selva untuk menemani, ini membuatku ragu2 untuk berangkat. 9.15 malam ...... : aku masih ragu2 ..... berangkat ... tidak ... berangkat ... tidak ... 9.25 malam ....... : akhirnya Tante Vivi tanpa kuduga benar2 menelpon, kebetulan aku sendiri yg menerima. " Lho ... Ar ...kok kamu belum berangkat, bisa dateng nggak Ar ??... ", tanyanya kendengaran agak kecewa. " Mmmm ... gimana ya Tante ... agak gerimis nih disini ...", sahutku beralasan. " Masa iya Ar ... yaah ... kalo gitu tante jemput aja yaa ...", balasnya seolah tak mau kalah. Aku jadi blingsatan dibuatnya. " Waah ... nggak usah deh tante ... okelah saya kesana sekarang tante ... mmm Selva saya ajak ya tante ....", sahutku kemudian. Aku pikir kesana malem2 mau nggak mau akhirnya pasti harus nginep. Kalo ada Selva kan aku nggak begitu risih, masa aku bawa Selva pulang malem2. Tapi ...... " Iiiih ... jangan Ar ... Selva jangan diajak ... mmm pokoknya kesini aja dulu Ar ...yaaa ... tante tunggu ...Klik", sekali lagi seolah disengaja tante Vivi langsung memutuskan hubungan. Sialan pikirku, dia ngerjaiku apa, ngapain malem2 kesana kaya nggak ada waktu siang atau pagi kek ... . Aku jadi kesel, ngapain Selva kemaren crita kalo aku banyak ngerti masalah Komputer. Wuueeek ... kaya pakar wae ... sekarang baru kena getahnya. Akhirnya rada-rada kualat, malam itu benar2 agak gerimis, badanku sampe kedinginan terkena rintik air gerimis malam yg adem. Sekitar pukul 10.00 malam .... : aku sampe juga di tempat Tante Vivi, suasana di komplek perumahan itu sudah sangat sepi sekali, aku membuka pintu pagar yg sengaja belum dikunci dan kumasukkan sepeda motor ke dalam. Belum sempat aku mengetuk pintu, ternyata Tante Vivi rupanya udah mengetahui kedatanganku. Mungkin ia mendengar deru suara motorku ketika datang tadi. " Aaahhh ... akhirnya dateng juga kamu Ar ... ", katanya ramah dari balik pintu depan. " Iya ... tante ...", sahutku berusaha ramah, bagaimanapun aku masih setengah kesal, udah dateng malem2 kehujanan lagi. " Agak gerimis ya Ar ...", tanyanya seolah tak mau tau. Hsiiiiii .... Tanpa sadar aku terbersin. " Eehhh ... kamu Flu Ar ... ", tanyanya kemudian. Aku mengusap wajah dan hidungku yg setengah lembab terkena air gerimis. Tante Vivi menarik tanganku masuk kedalam dan menutup pintu. Klik ... sekaligus menguncinya. Aku tak begitu memperhatikannya karena aku sendiri kuatir dengan kondisiku yg terasa agak meriang. Kuusap berulang kali wajahku yg adem ... lalu tiba2 kurasakan sebuah telapak tangan yg hangat dan lembut membantu ikut mengusap pipi kananku. " Pipimu dingin sekali Ar ... kamu pasti masuk angin yaa ... tante bikinin susu jahe anget yaa ...", sahutnya lembut. Aku menoleh dan astaga wajahnya itu begitu dekat sekali dengan mukaku. Duh ... cantiknya. Kulitnya yg putih mulus dan halus, matanya yg hitam bulat sedikit sipit dengan bentuk alisnya yg hitam memanjang tanpa celak, hidungnya yg kecil mbangir, dan bentuk bibirnya yg menawan tanpa lipstik. Terlihat sedikit tebal dan begitu ranum. Sexy sekali bibirnya. Tante Vivi tersenyum kecil melihatku setengah melongo. " Kamu duduk dulu Ar ... tante kebelakang dulu ...", sahutnya pelan. Tanpa menunggu jawabanku, ia membalikkan tubuh dan bergegas berjalan melintasi ruang tengah menuju ke belakang. Tubuhnya yg tingginya mungkin sekitar 160 cm kelihatan begitu sexy ramping dan padat. Sempat kulihat langkah kakinya yg berjalan sangat elok, saat itu kuingat jelas ia memakai celana Jeans putih ketat serta memakai baju kemeja halus berwarna merah muda dan dibiarkan berada diluar celana. Baju yg dikenakannya seperti umumnya baju kemeja sekarang yg relatif panjang, membuat celana jeans yg dikenakannya tertutup sampai ke atas paha. Namun karena sifatnya yg lemas, membuat bajunya itu seolah menempel ketat pada bentuk tubuhnya yang memang sangat seksi dan montok. Pinggulnya yg bulat padat bergoyang indah kekiri dan kanan. Begitu gemulai bak penari Jaipong. Kuhempaskan pantatku dengan perasaan lelah diatas sofa empuk ruang tamunya. Aku memandang ke sekeliling ruangan tamunya yg cukup mewah. Lukisan besar pemandangan alam bergaya naturalis tergantung diatas tembok persis dibelakang tempat dudukku. Selebihnya berupa lukisan2 naturalis sederhana yg berbingkai kecil dan sedang tentang suasana kehidupan pulau Bali. Aku tak begitu tertarik dengan lukisan, sehingga aku tak sampai mengamati lama-lama. 10 menit kemudian, Tante Vivi muncul dengan segelas besar susu Jahe yang masih kelihatan panas, karena asapnya masih terlihat mengepul. Dengan wajah cerah dan senyum manis bibirnya yang menggemaskan, mau tak mau aku jadi ikutan senang. " Waah ... asiik nih kelihatannya ... wangi lagi baunya ... mmm ..", kataku spontan. " Pelan-pelan Ar ... masih panas ...", sahutnya pendek, sambil memberikan minuman jahe itu kepadaku. Lalu tanpa risih ia duduk disebelahku. Gimana2 aku jadi deg-degan juga. " Gimana kuliah Selva Ar ... kapan nih rencana mau majunya ...", tanya tante Vivi kemudian. " Entah tante ... setahu saya sih bulan depan ini dia harus menyelesaikan seluruh asistensi skripsinya. Soal maju Ujian Skripsi saya kurang tau tante ..", sahutku polos. " Iiih .. kamu ini gimana sih Ar ... pacarnya sendiri kok nggak tahu, asyiik pacaran aja yaa rupanya ...", ujar tante Vivi setengah bercanda. " Aaah .... Tau aja tante ... nggak salah ...", sahutku sambil ketawa nyaring. " Kamu menyukai dia Ar ...", tanya tante Vivi kemudian, seolah setengah malas menanggapi candaku. " Waah ... tante ini gimana sih ... ya jelas dong tante ... lagipula sekarang kami sudah sangat serius menjalin hubungan ini ... saya mencintainya tante ...", sahutku sedikit serius. Tante Vivi tersenyum kepadaku, giginya yg putih bersih terawat kelihatan indah, serasi dengan bentuk bibirnya yg tak terlalu lebar. " Nggak Ar ... tante khan cuman nanya ... soalnya tante lihat Selva sayang sekali sama kamu ...", ujarnya kemudian. " Jangan kuatir deh tante ...", sahutku pelan sambil mulutku mulai menyeruput wedang susu jahe bikinannya itu. Terasa sedikit pedas di bibir namun hangat manis di lidah dan kerongkonganku. " Komputernya di taruh mana tante ...", tanyaku tanpa memandangnya sambil terus seteguk demi seteguk menghabiskan minumanku. " Tuh ... dikamar kerja tante ...",sahutnya pendek. Sejenak aku meletakkan minuman dan memandang tante Vivi yg berada disebelahku ... " Lalu tunggu apalagi nih ...", ujarku setengah bercanda. " Apanya ....??", tanya tante Vivi seakan tak mengerti. Pandangan matanya kelihatan sedikit bingung. " Lhoh ... katanya pengen diker ... eeh diajarin ...", lanjutku. Hampir aja aku kelepasan ngomong ngeres, jantungku sampe kaget sendiri dagdigdug nggak karuan. Untung nggak kebablas angine. " Oooh ...iya ..aduuh tante sampe kaget .... Yuk ke kamar Ar...", sahutnya sambil mencolek lenganku. Kami berdiri dan berjalan beriringan ke tempat yg ia maksud. Kami melintasi ruangan tengah yg lebih lapang dan mewah. Kulihat sebuah meja pendek tempat dudukan pesawat Televisi ukuran besar mungkin sekitar 51 inchi lengkap dengan satu set sound systemnya sekaligus berada disebelah kiri ruang itu. Sedangkan kami menuju ke sebuah ruangan disebelah kanan yg pintunya sudah setengah terbuka. Tante Vivi menyilahkanku masuk duluan. " Masuk Ar ... sorry ruangannya agak berantakan ...", ujarnya sambil memberi jalan. Aku masuk dulu kedalam ruangan diikuti tante Vivi. Ruangan atau kamar itu cukup besar berukuran 5 x 7 meter dan pada umumnya tampak rapi walau masih ada sedikit acak-acakan karena diatas lantai persis didepan tempatku berdiri yang terhampar sebuah karpet berukuran sedang tampak berserakan beberapa majalah wanita yang halamannya masih terbuka disana-sini. Didepannya ada sebuah meja kerja yg cukup besar, dan diatas meja terdapat beberapa buah buku kecil dan agenda kerja, selain itu terlihat 2 kardus besar dan beberapa kardus kecil yg aku sudah hapal bentuk dan cirinya, apalagi pada kardus besar yg berbentuk kotak itu terdapat tulisan besar GoldStar Monitor. Ketika aku menengok kesebelah kiri, waah ... ternyata disitu terdapat sebuah ranjang berukuran sedang. Kasurnya jelas Spring Bed yg terlihat dari ukurannya yg tebal, tertutup dengan sprei berwarna merah jambu. Bantalnya bertumpuk rapi disisi kiri dan kanan tempat tidur. Disebelah kiri tempat tidur terdapat sebuah meja kecil dan seperangkat mini stereo. " Waduuh ... ini tempat kerja apa kamar tante ...?", tanyaku heran dan kagum. Bagiku ruangan selapang ini terlalu besar untuk kamar tidur. Kamarku sendiri yg berukuran 3x4 meter aja menurutku udah gede, apalagi sebesar ini. " Dua-duanya Ar ... ya kamar kerja ya ... tempat tidur ...mmm ... tante khan cuman sendirian dirumah ini Ar ...", sahut tante Vivi yg berada disebelah kananku. " Sendirian ... maksud tante ?...", tanyaku kepadanya tak mengerti. " Lhoh ... apa Selva nggak pernah bilang sama kamu ... tante khan ... sudah bercerai Ar ...", sahutnya kemudian. Kedengaran sekali kalimat terakhir yg diucapkannya sedikit terpatah-patah. Astaga... seruku dalam hati. Pantas ...seolah baru menyadari. Selama ini aku tak pernah ingat apalagi menanyakan tentang suami tante Vivi ini. Jadi selama ini tante Vivi itu seorang Janda. Ya Ampuun ... kenapa aku tak menyadari sejak semula. Semenjak pertama kali aku datang kesini bersama Selva, memang aku tak melihat orang lain lagi selain Inem pembantunya. Waktu itu kupikir suaminya sedang bekerja. Pantas ketika aku datang tadi hanya Tante Vivi sorangan yg menyambutku. Jadiii ...... emaaaaaaaaakkk ....hatiku jadi setengah grogi juga. Aku jadi teringat tentang beberapa kisah nyata di majalah yg pernah aku baca tentang kehidupan seorang janda muda, terutama sekali mengenai soal sex. Pada umumnya katanya mereka sangat mudah dirayu dan tak jarang juga pintar merayu. Jangan-jangan ...... pikirku mulai ngeres lagi. " Oooh ... maaf tante saya baru tahu sekarang ...", ujarku lirih sejenak kemudian. Tante Vivi tersenyum kecil. " Udahlah Ar ... itu masa lalu ... nggak usah diungkit lagi ...", ujarnya setengah menghindar. Terlihat ada setetes air menggenang di pelupuk kedua matanya yg indah. Sedetik kemudian ia sengaja memalingkan mukanya dari tatapanku, mungkin ia tak ingin terlihat sedih didepanku. Kemudian ia berjalan kedepan dan setengah berjongkok memunguti semua majalah yg masih berserakan diatas karpet, spontan aku segera menyusul hendak membantunya. " Sini Ari bantu tante ...", kataku pendek. Tanpa menoleh kearahnya aku langsung nimbrung mengumpulkan majalah yg masih tersisa. " Iiih udah Ar ... nggak usah ... kok kamu ikutan repot ...",sahutnya. Kali ini wajahnya kulihat sudah cerah kembali. Bibirnya yg ranum setengah terbuka menyunggingkan sebuah senyuman manis. Manis sekali. Aku sempat terpana selama 2 detik. " Tante nggak menikah lagi ...???", tanyaku padanya tanpa sadar. Sedikit kaget juga aku dengan pertanyaanku, jangan2 ia marah atau sedih kembali. Namun ternyata tidak, sambil tetap tersenyum ia balik bertanya. " Siapa yg mau sama aku Ar ...?" " Aaah ... Ari kira banyak tante ..." " Siapaa ...?" " Ari juga mau tante ...", kataku cuek, karena maksudku memang bercanda. Ia mendelik lalu sambil setengah ketawa tangannya mencubit lenganku sekaligus mendorongku kesamping. " Hik ...hik ... kamu ini ada-ada aja Ar ... jangan nyindir gitu dong Ar, memangnya gampang cari laki-laki jaman sekarang ... ", ujarnya. Lalu kulihat ia terduduk diam seribu bahasa. Aku jadi heran sekaligus geli melihatnya melamun sambil memegangi majalah. " Kenapa tante ... ", tanyaku padanya. Tante Vivi sedikit kaget mendengar pertanyaanku. Namun sambil tersenyum kecut ia hanya menjawab pendek. " Sudahlah Ar ... jangan bicara masalah itu ...". Akupun tak mengubernya walau sebenarnya masih penasaran apa yg sebenarnya terjadi dulu dengan perceraiannya. Singkat cerita, malam itu aku hanya menghabiskan waktu sekitar 20 menit untuk merakit komputer barunya. Untung saja Tante Vivi membeli komputer jenis Buid Up sehingga aku tak perlu untuk memeriksa 2 kali, cuman periksa tegangan input, tinggal sambung kabel ke monitor dan CPU, pasang external modem, pasang speaker aktifnya ke output soundcard, sambung ke stavolt ... udah beres. " Udah beres tante ... mmm ... mau sambung ke internet ...?", tanyaku puas. Agak keringetan juga rasanya mukaku, walau cuman sekedar sambung sana-sini. " Aaah masa ...?, secepat itu Ar ...?", tanya tante Vivi yang sejak tadi juga tak pernah beranjak dari sebelah kananku, asyik melihatku bekerja.. " Lha ... iya ... gampang khan ...", sahutku pendek. Kupandangi wajah cantiknya yang setengah melongo seolah tak yakin. " Makanya dicoba dulu dong tante ... biar nggak nanya2 lagi ... mana nih stop kontaknya ", tanyaku kemudian. " Iiih ...hik ...hik ...gitu aja sewot ... jahat kamu Ar ... hik ...hik ... ehem ..itu ada dibelakang meja sebelah bawah Ar ...", jawabnya sambil setengah tertawa kecil. Aku melongok ke bawah meja ... astaga dibawah situ berarti mestinya aku harus merangkak disitu ..., sejenak aku melongo. " Kenapa Ar ...?" " Ooh nggak papa tante ..". Akhirnya mau tak mau akhirnya aku harus merangkak masuk ke bawah meja kerjanya yang cukup besar itu sambil tangan kananku menarik kabel power CPU nya ke bawah. Pengap juga dibawah disitu karena memang agak remang, maklum penerangan dikamar ini hanya cuman menggunakan sebuah lampu bohlam sekitar 100 Watt, sinarnya kurang kuat dibawah sini. Sedang lampu meja kerja terpaksa dimatikan untuk stroom komputer. Setelah terpasang ke stop kontak, sambil setengah merangkak mundur aku langsung membalikkan tubuh dan astaga ...... aku terhenyak kaget karena melihat tante Vivi ikut juga melongok membungkuk ke bawah meja, tanpa disengaja kedua mataku menyaksikan pemandangan vulgar yang luar biasa indah ...woow .. tante Vivi dengan posisi tubuh seperti itu membuat baju kemejanya yg sedikit gombrong dan karena jenis kainnya yg sangat lemas membuatnya jadi melorot kebawah pas dibagian dada, apalagi kancing kemejanya yang sedikit rendah, membuat kedua bulatan payudaranya yg sangat besar dan berwarna putih terlihat menggantung bak buah semangka berdaun sirih ... diantara keremangan aku masih dapat melihat dengan sangat jelas ... jelas betul cing ...betapa indah kedua bongkah susunya yang kelihatan begitu sangat montok dan kencang ... alamak ... samar kulihat kedua putting mungilnya yg berwarna merah kecoklatan ... yaa aammpuuunn ... bisikku lirih tanpa sadar... ia nggak pake Behaaaaa .... Tante Vivi semula tak menyadari apa yg terjadi dan apa yang sedang kupelototi, 5 detik saja ... bagiku itu sudah cukup lama, Tante Vivi seolah baru menyadari ia menjerit lirih ... " Iiiiih .....", serunya lirih. Masih dalam posisi membungkuk, tangan kanannya reflek menarik bajunya sampai keatas leher, setengah pucat ia memandangku lalu berdiri dan mundur 1 langkah. Sudah terlanjur, percuma kalo malu, akhirnya dengan cuek aku merangkak ke luar dan berdiri dihadapannya, sambil senyam-senyum seolah nggak salah, akhirnya aku minta maaf juga kepadanya. " Maaf Tante ... sa ... Ari nggak sengaja ...",ujarku cuek. Tante Vivi masih dengan sedikit pucat, akhirnya hanya bisa tersenyum kecil. Wajahnya kelihatan memerah. " Sudahlah ... Ar ...", sahutnya pendek. Dalam hati aku berbisik, lumayan dapat tontonan susu gede gratiss ... Selama 30 menit kedepan, bak seorang instruktur kawakan aku mengajari tante Vivi tentang penggunaan program aplikasi Windows dan Internet. Aku berusaha menjelaskan sesingkat dan seefisien mungkin agar tidak terlalu membuang banyak waktu, bagaimanapun aku jadi nggak enak juga karena hari sudah semakin malam. Kulirik arlojiku sudah hampir setengah 12 malam. " Sudah malem Tante ... besok-besok khan masih bisa belajar tante ... mmm sekarang saya pulang dulu ya tante ...", kataku sambil setengah berjalan hendak keluar kamar. " Iya deh ...waah ... makasih ya Ar ... kamu pinter sekali mmm ... tante gimana harus ngucapin terima kasih sama kamu Ar ... hik ...hik ..", tanyanya sambil tertawa kecil. " Aaah ... tante ini ada-ada aja ... udah deh ... udah malem tante ...", jawabku sambil berjalan keluar, tante Vivi mengikuti dibelakangku. Kami terdiam sejenak. Sambil berjalan aku tersenyum ... gilaaa ... tante Vivi begitu baik dan sopan, ternyata tak seperti yg aku duga ... he ... he ... dasar otak ngeres ... bisikku dalam hati. Dipintu depan ... sekali lagi Tante Vivi mengucapkan banyak terima kasih, aku menyalaminya tangannya yg halus erat-erat. Aku sudah hendak membuka pintu depan, ketika tiba-tiba seekor spider hitam yg cukup besar dengan kaki-kakinya yg panjang langsung meloncat ke lantai begitu tanganku memegang handle pintu ...... aduuuhh mak ... sumpah mati kesamber tumpeng terus terang saya paling tidak tahan melihat laba-laba yg segedhe itu ... reflek tanganku kutarik kebelakang sambil meloncat mundur, aku tidak tahu dan tidak sengaja ketika diriku menabrak tubuh tante Vivi, sontak ia terhuyung dan menjerit hendak jatuh. Namun dengan sigap walaupun tubuhku masih setengah merinding, aku langsung memegang lengan kanannya dan kutarik tubuhnya kearahku. Dalam sedetik tubuhnya telah berada dalam pelukanku. Sweear ... saya memang tidak sengaja memeluk tubuhnya. " Aduuh ...Ar ... ada apa sih kamu ..", pekiknya. " Anuu tante ... laba-laba gedhe ...", sahutku sambil memandang kesekeliling ruangan, aku bener2 senewen sekali rasanya. Sialaan ... laba2 sialaan ngagetin orang aja ... bisikku dalam hati. Saat itu aku masih belum sadar kalo kedua tanganku masih memeluk tubuh Tante Vivi, maklum aku sendiri masih terasa merinding. " Ar ...", bisik tante Vivi ditelingaku. Aku menoleh dan terjengah. Ya Ampuun ... wajah cantiknya itu begitu dekat sekali dengan mukaku. Hembusan nafasnya yang hangat sampai begitu terasa menerpa daguku. Wajahnya kelihatan sedikit berkeringat, sorotan kedua matanya yang sedikit sipit kelihatan begitu sejuk dalam pandanganku, hidungnya yang putih mbangir mendengus pelan, dan bibirnya yang ranum kemerahan terlihat basah setengah terbuka ... duh cantiknya. Sejenak aku terpana dengan kecantikan wajahnya yang alami. Ada banyak kesamaan lekuk wajahnya yang cantik dengan wajah kekasihku Selva. Seolah teringat kemesraan dan kebersamaanku bersama Selva, seolah tanpa sadar dan tanpa dapat aku mencegahnya ... kudekatkan mukaku kepadanya. Kesemuanya seolah terjadi begitu saja tanpa aku mengerti sama sekali. Seolah ada magnet yang menuntun dan membimbingku diluar kesadaran, ... dan dalam 2 detik bibirku telah mengecup lembut bibir Tante Vivi yang setengah terbuka. Begitu terasa hangat dan lunak. Kupejamkan kedua mataku menikmati kelembutan bibir hangatnya ... terasa maniss. Selama kurang lebih 10 detik aku mengulum bibirnya, meresapi segala kehangatan dan kelembutannya. Dan ketika aku menyadari bahwa Tante Vivi bukanlah Selva, maka ..... " Oooh ....", bisikku kaget, sesaat setelah kecupan itu berakhir. Dengan perasaan kaget bercampur malu aku melepaskan pelukanku. Aku memandang Tante Vivi dengan sejuta rasa bersalah, namun seolah tak yakin aku juga baru menyadari kalau Tante Vivi sama sekali tak memberontak ketika aku menciumnya. Kini yg aku lihat betapa wajahnya yang cantik kelihatan semakin cantik. Kedua pipinya yang putih bersih bersemu merah bak boneka barbie, kedua matanya yang sipit memandang redup kepadaku, sementara kedua belah bibirnya masih setengah terbuka dan merekah basah menawan hati. " Tan .. te ... apa yg kulakukan ...", bisikku masih setengah tak percaya atas sikapku barusan kepadanya. Tante Vivi sama sekali tak menjawab. Tidak ada rona kemarahan di wajahnya yang cantik. Ia hanya tersenyum setengah malu-malu dan menundukkan muka. Sejenak kami berdua terdiam ... hening dalam pikiran masing2. Kali ini aku benar2 malu pada diriku sendiri, terlalu gampang mengumbar perasaan kepada setiap orang ... aaahh tetapi ... kenapa ada sesuatu yg lain pada tubuhku ... sesuatu yg aku begitu sangat mengenalnya ... astaga ... aku merasa batang penisku telah ngaceng .... Teng ... teng ... gilaa begitu cepatnya batang penisku mengeras dan mendesak celana dalamku seolah ingin berontak keluar. " Sudahlah Ar ... ", bisik Tante Vivi lirih, memecah keheningan itu. Aku tersadar pula. " Maafkan Ari tante ... sa ...saya ... teringat Selva tante ...", sahutku setengah gugup. Tante Vivi tersenyum semakin manis. Bibir ranumnya yang barusan kukecup semakin indah menawan membentuk senyuman mesra. " Kamu rindu Ar ... sama dia ...", tanyanya seolah melupakan peristiwa yang barusan. Aku sedikit bernapas lega karena ia kelihatan sama sekali tidak marah. Aku tidak tahu apa alasannya namun yang penting aku bisa meredam rasa maluku. " Eehh ... iya tante ...", sahutku beralasan. " Ya sudahlah ...nggak pa-pa Ar ...", sahutnya enteng. Mau tak mau aku jadi bingung juga melihat sikapnya. Semudah itukah. Mencium seseorang yg bukan apa-apanya secara disengaja, itu nggak apa-apa ???. " Tante nggak marah ...???", tanyaku balik. Entah kenapa aku seolah diatas angin melihat sikapnya dan seolah timbul keberanianku. " Nggak Ar ...", jawabnya sambil tetap tersenyum manis. Kedua matanya memandangku dengan sejuta arti. Dalam pandanganku wajahnya kelihatan semakin bertambah cantik dan cantik. Sebagai seorang laki-laki dan sebagai seorang terpelajar seperti aku yang sudah kenyang dengan cerita pengalaman orang lain plus pengalamanku sendiri, apalagi soal perilaku sex. Sikap tante Vivi seperti itu seolah sebagai tantangan dan ajakan. Otakku berpikir cepat, menimbang ... dan memutuskan. Sampai disitu jalan pikiranku menjadi buntu ... yang ada hanyalah ... nafsu ... Seolah ada yang memberiku kekuatan dan keberanian, kuraih tubuh tante Vivi yang masih berada dihadapanku dan kubawa kembali kedalam pelukanku. Benar saja ... ia sama sekali tak melawan atau memberontak. Seolah lemas saja tubuhnya yang seksi montok itu berada dalam dekapanku. Wajahnya yang cantik bak bidadari kahyangan memandangku pasrah dan tetap dengan senyum manis bibirnya yang kian menggoda. Kedua pipinya kelihatan semakin memerah pula menambah kecantikannya. Aku semakin terpana ... " Apa yang ingin kau lakukan Ar ...", bisiknya lirih setengah kelihatan malu. Kedua tanganku yang memeluk pinggangnya erat terasa sedikit gemetar memendam sejuta rasa. Dan tanpa terasa jemari kedua tanganku telah berada diatas pantatnya yang bulat. Mekal dan padat. Lalu perlahan kuusap mesra sambil kuberbisik ... " Tante pasti tahu apa yang akan Ari lakukan ...", bisikku pelan. Jiwaku telah terlanda nafsu. Telah kulupakan bayangan Dina dan juga Selva. Aku lupa diri ... setan-setan burik telah menyapu habis pikiranku tentang mereka. " Kau yakin Ar ...", tanya tante Vivi lirih. Ooh ... desakan kedua buah payudaranya yang besar pada dadaku membuat batang penisku semakin ngaceng tak terkira ... " Yaa ...tante ...", sahutku tanpa mengerti maksud pertanyaannya. Dengan cepat aku sudah membayangkan keindahan tubuhnya yang telanjang bulat, kemontokan payudaranya yang besar dan kencang, kemulusan kulit tubuhnya dan ... aahhh bukit kemaluannya yang besar ............ woowww ... ale ...ale ... alee .. oohhhhh ....tanpa terasa batang penisku kurasakan memuntahkan cairan beningnya, aku merasa seolah telah memasuki liang vaginanya ... Tanpa dapat kucegah, kuremas gemas kedua belah pantatnya yang terasa kenyal padat dari balik celana jeans ketatnya. " Oouuuhhhh ... ", tante Vivi mengeluh lirih. Bagaimanapun juga anehnya aku saat itu masih bisa menahan diri untuk tidak bersikap over atau kasar terhadapnya, walau nafsu sex-ku saat itu terasa sudah diubun2 namun aku ingin sekali memberikan kelembutan dan kemesraan kepadanya. Hanya setan-setan burik sialan itu yang menyuruhku agar segera melucuti pakaian tante Vivi dan memperkosa sepuasnya .... " Aaah ... ki ..kita ke kamar Tante ...", bisikku semakin bernafsu. Lalu dengan gemas aku kembali melumat bibirnya. Kusedot dan kukulum bibir hangatnya secara bergantian dengan mesra atas dan bawah. Kecapan-kecapan kecil terdengar begitu indah ... seindah cumbuanku pada bibir Tante Vivi. Kedua jemari tanganku masih mengusap-usap sembari sesekali meremas pelan kedua belah pantatnya yg bulat padat dan kenyal. Aku masih menahan diri untuk tak bergerak terlalu jauh, walau sebenarnya hatiku begitu ingin sekali meraba selangkangan atau meremas payudaranya. Entah kenapa aku ingin bersikap lembut dan romantis. Bahkan kecupan bibirku padanya kulakukan selembut dan semesra mungkin, aku kira Tante Vivi sangat menyukainya. Bibirnya yang terasa hangat dan lunak berulang kali memagut bibirku sebelah bawah dan aku membalasnya dengan memagut bibirnya yang sebelah atas. Oooh ... terasa begitu nikmatnya. Dengusan pelan nafasnya beradu dengan dengusan nafasku dan berulang kali pula hidungnya yg kecil mbangir beradu mesra dengan hidungku. Kurasakan kedua lengan tante Vivi telah melingkari leherku dan jemari tangannya kurasakan mengusap mesra rambut kepalaku. Batang penisku terasa semakin besar dan mendesak liar didalam CD ku. Teng ...teng ... teng ... aku mulai merasakan kesakitan apalagi karena posisi tubuh kami yang saling berpelukan erat membuat batang penisku yang menonjol dari balik celanaku itu terjepit dan menempel keras di perut tante Vivi yang empuk. Sampai disitu aku tak mampu menahan diri lagi, birahiku telah mengalahkan segala-galanya. Keyakinan dan akal sehatku seakan telah tertutup oleh lingkaran nafsu. Kenikmatan sex yg pernah kurasakan bersama Dina telah membuatku semakin lupa diri. Seolah menemukan daging segar yang baru, sejenak kemudian kulepaskan pagutan bibirku pada bibir Tante Vivi. Aaaah ...wajah cantiknya itu kelihatan semakin berkeringat, dan bibirnya yang basah oleh liurku merekah indah. Begitu ranum bak bibir gadis remaja. Kedua bola matanya sedikit redup dan memandangku pasrah. Aku melihat ada sejuta keinginan terpendam dalam sorot matanya itu. Aku bisa menduga Tante Vivi pasti tak tahan hidup menjanda, bagaimanapun aku tahu ia pasti jelas sudah tak perawan lagi, ... aku hanya bisa menduga-duga dengan apa Tante Vivi melampiaskan kebutuhan batinnya selama ini ... " Aku menginginimu tante ... ", bisikku padanya terus terang. Pikiranku sudah tertutup oleh nafsu, namun bagaimanapun aku tak ingin grusa-grusu seenak sendiri. Dengan sikapku ini otomatis aku melatih diri untuk mengontrol keinginan sex ku yg cenderung vulgar. " Ooouh ... Ar ... tante juga ingin ....oouhh ..". Belum habis ucapannya yang sangat merangsang itu, badanku membungkuk dan meriah tubuh montok Tante vivi dalam pondonganku. Ia agak sedikit kaget melihat tindakanku, namun sejenak kemudian ia tertawa genit dan manja ketika aku mulai membopong tubuh seksinya itu masuk kembali melintasi ruang tengah menuju ke dalam kamar. Lengan kanannya merangkul leherku sementara jemari tangan kirinya mengusap mesra kedua pipi dan wajahku. Tante vivi kelihatan setengah malu-malu kubopong seperti ini. " Kamu ganteng Ar ...", bisiknya padaku mesra sambil tersenyum manis. " Kamu juga cantik Tante ...", balasku tak kalah mesra. Kami berdua sempat tertawa kecil karena kekanakan ini. " Ar ... panggil aku Vivi saja yaa ...", ujar tante Vivi padaku. Aku mengangguk senang. Didalam kamarnya, kuturunkan tubuh Tante Vivi dari boponganku disisi kiri tempat tidurnya. Kami berdua saling berpandangan mesra dalam jarak sekitar 1 meter. Aaah ... kunikmati seluruh keindahan bidadari didepanku ini, mulai dari wajahnya yang cantik menawan, lekak-lekuk tubuhnya yang begitu seksi dan montok, bayangan bundar kedua buah payudaranya yang besar dan kencang dengan kedua putingnya yang lancip, perutnya yang ramping dan pantatnya yang bulat padat bak gadis remaja, pahanya yang seksi dan aaah ... kubayangkan betapa indah bukit kemaluannya yang kelihatan begitu menonjol dari balik celana jeansnya ... mmmm ... betapa nikmatnya nanti saat batang penisku memasuki liang vaginanya yang sempit dan hangat ...mmmm akan kutumpahkan sebanyak mungkin air maniku kedalam liang vaginanya sebagai bukti kejantananku ... oohh .. Vivi ... bisikku dalam hati. Akan kulumat dirimu dengan kenikmatan. " Ar ... kamu duluan sayang ...", bisik Tante Vivi, membuyarkan fantasi sex-ku padanya. Wajahnya yang cantik tersenyum manis, seolah ia mengetahui apa yang ada dalam pikiranku kedua jemari tangannya kini berada diatas kedua belah payudaranya sendiri. Tante Vivi mulai mengusap perlahan kedua bulatan susunya yang besar dari balik baju kemejanya. Seolah merangsang dan menggodaku. Aku tak tahan melihat tingkahnya, andai saja tante Vivi tahu betapa sakitnya batang penisku yang terjepit didalam CD-ku seolah memberontak ingin keluar. Aaah ... dengan cuek aku mulai membuka kancing kemejaku satu persatu dengan cepat ...srrt ...kulemparkan bajuku sekenanya kesamping, pandangan kedua mataku seolah tak lepas dari tubuh tante Vivi yang semakin menggoda, ... srrt ... kutarik kaos singletku keatas sampai lepas dan kulempar sekenanya pula. Tak puas sampai disitu, dengan jemari gemetar menahan nafsu aku mulai membuka sabuk celana dan menarik turun ritsleting celana panjangku dan sruuut ... langsung turun kebawah (kebetulan aku mengenakan celana baggy dari katun). " Oooh ...", tante Vivi memekik kecil saat melihat tubuhku yang setengah telanjang. Kulihat kedua jemari tangannya meremas kuat payudaranya sendiri yang besar, mulutnya yang manis sedikit melongo dan kedua bola matanya yang hitam seakan setengah melotot pula memandang ketubuhku bagian bawah. Sekilas aku melirik kebawah dan tersenyum geli sendiri. Bagaimana tidak ternyata batang penisku yang sudah ngaceng ... ceng ..itu mendesak hebat keatas sampai kepala penisku tanpa terasa melongok keluar dari dalam celana dalamku. Begitu besar dan tebal mendongak keatas persis dibawah pusarku. Kepala penisku kelihatan bengkak memerah karena ngaceng yang tak terkira. Batang penisku tidak terlalu panjang memang hanya sekitar 14 centi, namun ukuran diameternya cukup besar dan yang paling membuatku bangga adalah bentuknya yang mirip sekali dengan milik bintang film porno "Rocco Siffredi" ... montok dan berurat. Kuusap pelan batang penisku yang sedang ngaceng nakal itu dari balik celana dalam. Mmmm ... terasa begitu nikmat. Kurasakan ada sedikit cairan bening yang keluar dan menempel pada jemari tanganku. Mmmm ... bagaimanapun juga batang penisku ini pernah merobek dan merenggut keperawanan Dina. Tassss .... Sekelebat bayangan wajah Dina seolah berada didepan pelupuk mataku. Aku seolah tersadar kembali. Astaga ...aaah ... apa yg aku lakukan ini??? ... nuraniku seakan menjerit. Sejenak pikiranku berkecamuk. Dan ketika bayangan wajah kekasihku Selva muncul, batinku semakin menjerit. Aaah ... apa yg aku lakukan Selva ..? Terjadi perang berkecamuk didalam batinku. Nuraniku mengatakan agar aku sadar mengingat resiko buruk yg mungkin terjadi dengan perbuatan bejatku, namun dilain pihak pikiranku mengatakan sangat ingin mencumbu dan melampiaskan nafsu sex-ku kepada Tante Vivi. Sikap tante Vivi bagiku merupakan kejutan besar yg menggairahkan hati. Aku tak ingin melewatkan kesempatan indah yg tak mungkin dilain waktu akan terulang lagi. Batinku menjerit namun pikiranku yg dipenuhi nafsu seolah lebih kuat. Entah berapa lama aku memejamkan mata menanti perang di batinku akan berakhir. Aku merasa imanku terlalu lemah sedangkan darah mudaku yang penuh dengan gejolak birahi terlalu begitu perkasa. Ketika aku membuka kedua mataku kembali kulihat Tante Vivi sudah tak berada dihadapanku lagi. Semula aku sedikit heran, lalu insting aku menoleh kesamping kiri dan .... Astagaaaa .... mataku terbeliak kaget menyaksikan pemandangan indah yang begitu luar biasa ... begitu mempesona ... begitu menggairahkan ... begitu aahhh ......... jabaang babii Kedua mataku melotot sampai ingin keluar menyaksikan tubuh Tante Vivi yg kini ternyata telah berada diatas pembaringan tanpa tertutup sehelai benang. Betapa begitu putih mulus tubuh moleknya yang bugil telanjang bulat, jauh lebih putih dari tubuh Dina ... memamerkan semua keindahan, kemulusan dan kemontokan lekak-lekuk tubuhnya yg bak gadis usia remaja. Tante Vivi sambil tersenyum manis kearahku rebah terlentang dengan posisi setengah mengangkang mempertontonkan seluruh anggota tubuhnya yang paling terlarang. Kedua buah dadanya yang ternyata memang sangat besar terlihat masih begitu kencang, sama sekali tidak kendor, membentuk bulatan indah bak buah semangka berdaun sirih. Kedua puting susunya yang kecil berwarna coklat kemerahan mengacung keatas seolah menantangku untuk segera kujamah. Begitu pula perutnya masih terlihat ramping dan seksi tanpa lipatan lemak, menandakan Tante Vivi belum pernah melahirkan seorang anak. Aku menelan ludah melihat bagian bawah tubuhnya yang kini ternyata tak memiliki sehelai rambutpun. Rupanya tante Vivi telah mencukur habis bulu jembut kemaluannya yang kemaren sempat kulihat begitu sangar dan vulgar. Oooohhh ... tanpa terasa mulutku mendesah takjub menyaksikan keindahan bukit kemaluannya yang besar. Seumur hidup baru kali ini aku menyaksikan alat kemaluan wanita dari keturunan tionghoa. Belahan bibir kemaluannya yang sangat putih mulus walau sedikit kecoklatan terlihat sangat tebal membentuk sebuah bukit kecil mulai sekitar 6-8 centi dibawah pusar yang terbelah dibagian tengahnya sampai ke selangkangan bagian bawah diatas lubang duburnya yang hitaman kecoklatan. Labia Mayoranya yang sangat merangsang itu terlihat masih saling menutup rapat satu sama lain meskipun Tante Vivi sudah setengah mengangkangkan kedua pahanya, seolah menyembunyikan liang vaginanya yang memang sangat terlarang. Ini berarti liang vaginanya pasti masih sangat sempit walaupun ia sudah tak perawan lagi. Dari lekukan sempit dan panjang yang terbentuk dari kedua belah labia mayoranya itu aku sedikit dapat melihat dan menduga betapa merahnya liang vagina miliknya. Batang penisku yang semula agak lemas kini langsung kembali perkasa. Dengan cepat kurasakan kepala penisku kembali mendesak keatas melongok keluar dari celana dalam seolah ingin mengintip apa yg sedang terjadi dihadapanku dan membuatku takjub. Oooohhh ... Vivi ...bisikku lemah. Batinku seolah menyerah kalah ... maafkan aku Selva ... aku sangat mencintaimu ... tapi ini hanyalah sex ...bukan cinta....... Lalu kreekkk .... Dengan gemas kurobek celana dalamku yg terasa kecil bagi alat kelelakianku. Aku sudah tak peduli lagi dengan segala sesuatunya. Tooiiingg ..... batang penisku yang ngaceng itu langsung mengacung keluar setengah mengarah keatas sambil manggut-manggut naik turun menyetujui pikiranku yang ngeres. Aku sedikit heran juga menyaksikan batang penisku yg kelihatan sedikit lebih besar dari biasanya, begitu pula dengan kepala penisku yg terlihat begitu nanar dan mekal berwarna kemerahan saking ngacengnya. Urat-urat diseluruh permukaan batang penisku sampai menonjol keluar semua membentuk guratan-guratan kasar setengah melingkar. Teng ... teng ... teng ... rasanya alamak. Ambooi .... nano-nano ... Dengan lutut setengah gemetar seakan tak percaya menyaksikan kesemua itu, perlahan-lahan aku mulai naik keatas pembaringan menyusul Tante Vivi yang sudah menungguku sejak tadi. Dengan rambut setengah terurai dipipi tante Vivi tersenyum manis memamerkan keindahan bibir dan gigi2nya yang putih menawan. Matanya seolah meredup dan pasrah. Namun nafasnya sedikit terdengar kurang teratur menandakan ia sedikit tegang atau mungkin juga ia sedang dilanda nafsu birahinya. " Vivii ...", bisikku penuh nafsu. Setengah dagdigdug kubaringkan tubuhku persis disebelah kanan tubuhnya yang bugil. Kupandangi wajahnya yang cantik mempesona, lalu dengan jemari gemetar kuelus mesra kedua belah pipinya yang halus. Tante Vivi tersenyum manja padaku. " Ar ... beri aku kenikmatan ...", bisiknya tanpa malu-malu. Sorot matanya terlihat lemah seolah memohon. Aku tersenyum penuh gairah. " Aahhhh Vivi ... aku akan memberimu kepuasan ... aahhh ... kau lihat penisku Vi ... dia yang akan memberimu kenikmatan ...", bisikku nakal. Tante Vivi mau tak mau melirik ke bawah menyaksikan alat vitalku yang besar dan keras saking ngacengnya. " Iiiiihh ...hik ..hik ... kau nakal Ar ... ooohhh .... Sssssshhhhh .... lakukanlah sekarang Ar...", tiba-tiba ia berbisik sedikit keras. Aku terkaget heran ... " Sekarang tante ...?", tanyaku heran, sedikit kurang sambung. " Yaaa ... sekarang Ar ... naiki aku ... masuki tubuhku sekarang ....sssshhhh ....", bisiknya semakin keras. Sembari jemari tangan kirinya memegang lenganku mengajak untuk ... eng ing eng ... Astagaaa ... tante Vivi begitu bernafsunya sampai tanpa sungkan2 lagi memintaku untuk segera menyetubuhinya. Namun sebenarnya aku masih ingin mencumbunya terlebih dulu, menikmati kehalusan kulit tubuhnya, meremas-remas dan menghisap kedua puting susunya sampai puas dan yang paling aku gemari adalah pasti mencumbu alat kelaminnya sampai ia orgasme seperti yang sering aku lakukan terhadap Dina. Terus terang aku sudah tergila-gila pada alat kelamin wanita. Setiap akan bersenggama dengan Dina tak pernah sekalipun aku mengawali persetubuhan tanpa terlebih dahulu aku mencumbu alat kewanitaannya sampai Dina orgasme berulang-ulang. Baru setelah Dina lemas kehabisan tenaga setelah melepas kenikmatan, aku baru memasukkan batang penisku kedalam liang vaginanya yang sempit dan licin terkena muntahan cairan orgasmenya, mengocoknya didalam situ sampai air maniku muncrat enjakulasi. " Kita bercumbu dulu tante ...", bisikku merasa diatas angin. Aku bisa menduga mungkin Tante Vivi terlalu lama menahan keinginan sexualnya sampai begitu kesempatan untuk itu ada ia sudah tak mampu menahan gejolak birahinya yg sekian lama tertahan. " Aaaahh ... kita lakukan sekarang saja Ar ...", bisiknya seolah setengah memaksa. Tanpa rasa malu sedikitpun. Kuperhatikan jemari tangan kirinya kini telah berada diatas selangkangan mengusap-usap bukit kemaluannya yang montok merangsang. Astaga ... rupanya tante Vivi sudah tak tahan lagi ..... Aku tersenyum penuh gairah, aku tahu liang vaginanya pasti sudah gatal karena sekian lama tidak dipakai. Beruntung sekali suami Tante Vivi dulu yang pertama kali mencicipi dan menikmati keperawanannya ... pasti luarbiasa nikmat saat pertama kali menembus liang vaginanya yang sempit. Mmmmmm ... aku jadi tak tahan karena teringat saat pertama kali batang penisku memasuki liang vagina Dina dan merobek selaput keperawanannya. Adalah saat terindah bagi seorang laki-laki ketika memuntahkan air maninya dengan sepenuh rasa nikmat kedalam liang vagina seorang wanita yang masih perawan. Saya telah mengalami hal itu dan memang luaar biasa nikmat .... Dan kini mungkin saatnya bagi saya untuk menikmati liang vagina seorang janda ... mmm ... pikirku ngeres. " Kau yakin Vi ... kita tidak bercumbu dulu sayang ...", bisikku gemas. " Ar ... kamu nakal ...", sahut tante Vivi padaku, wajah cantiknya kelihatan memelas. Aku jadi geli baru pertama kali ini aku melihat seorang wanita dengan nafsu sex sebesar Tante Vivi, sampai memelas-melas seperti ini. Tapi aku maklum karena mungkin Tante Vivi telah ngempet tidak berhubungan sex bertahun-tahun. Mana tahaaaannnn ......... Tapi bagaimanapun aku berpantangan untuk tidak langsung menyetubuhinya. Tante Vivi bukanlah ayam betina yang langsung saja bisa digagahi. Aku ingin memberinya terlebih dahulu sensasi2 sex terindah pada seluruh sekujur tubuhnya sampai ia benar-benar merasakan puncak sekaligus akhir dari pendakian indah sebelum memasuki tahap persetubuhan untuk mencapai kenikmatan sesungguhnya. Walaupun sebenarnya aku mau saja langsung menggagahinya dan memuasinya dengan cepat, tapi bagiku itu tiada berkesan selain merasakan kenikmatan sesaat. Dan seolah bagai mimpi saja ketika akhirnya dengan sigap aku telah berada diatas tubuh tante Vivi yang telanjang bulat dan menindihnya gemas. Aaaaahhh .... Oooouuuhh .... Kami berdua secara bersamaan melenguh nikmat saat kulit tubuh kami saling bersentuhan dan akhirnya merapat dalam kemesraan. Aku tak pernah menyangka bisa meniduri bidadari secantik Tante Vivi. Batang penisku yang ngaceng seakan kena setrum saat menyentuh bukit kemaluan tante Vivi yang halus dan sangat empuk. Maklum bukit kemaluannya memang relatif sangat besar dan montok. Jauh lebih montok dibanding milik Dina. Dengan nakal kepala penisku menyelip diantara bibir kemaluannya yang rapat. Mmmm ... terasa begitu nikmat saat kulit kepala penisku menggesek daging celah labia mayoranya dan menyelip ke dalam. Tante Vivi mungkin mengira batang penisku ingin memasuki liang vaginanya, karena begitu kepala penisku menyelip diantara labia mayoranya kurasakan ia membuka kedua pahanya lebar-lebar. Aku merasa betapa begitu halus kulit kedua belah pahanya yang langsung mengapit pinggangku lembut. Sengaja aku tidak menekan pinggulku terlalu kebawah untuk berjaga-jaga agar jangan sampai kepala penisku sampai terdorong kebawah memasuki liang vaginanya, walau aku sebenarnya juga bisa menduga pasti tidak mudah bagiku nanti memasukkan alat kejantananku kedalam liang vaginanya. Kalau benar Tante Vivi sudah lama tidak berhubungan sex ... mmmm ... liang vaginanya pasti sempit luar biasa ... mmm ... angak hooo ... Sambil mengusap mesra rambut Tante Vivi yang panjang, mulutku dengan gemas kembali mengecup dan mengulum bibir tante Vivi yang basah dan hangat. Mmmm ...cuppp ... cuppp ... mulutku secara bergantian mengulum bibirnya yang atas dan yang bawah. Dengan tak kalah mesra Tante Vivi membalas cumbuanku pada bibirnya. Sesekali lidahnya dijulurkan keluar untuk dengan segera kuhisap dan kukulum mesra. Terasa begitu gurih manis lidah dan bibirnya. Sementara bibir kami bercumbu, kurasakan dua sensasi indah di dua tempat yang paling terlarang pada tubuh tante Vivi. Pertama diselangkangannya, kedua dibagian dadanya. Mmmm ... kedua payudaranya yang luarbiasa besar itu terasa begitu kenyal dan padat menekan nikmat dadaku, kedua puting payudaranya yang lancip seakan menggelitik kulit dadaku. Kedua jemari tangan tante Vivi yang halus mengusap2 gemas daging bokongku, berulang kali ia mencoba untuk menekan pantatku kebawah agar batang penisku segera memasuki liang vaginanya, namun aku bertahan agar pinggulku tetap setengah terangkat, hanya kepala penisku saja yang sedikit terjepit diantara labia mayoranya. Mmm ...andai saja pembaca bisa merasakan apa yg kurasakan saat itu ... oohhh ... butuh suatu kesabaran agar rasa nikmat pada kepala penisku yang sudah setengah terjepit di bibir kemaluannya itu tidak membuatku berbuat lebih jauh lagi menuruti keinginan tante Vivi yang sudah ngebet. Sesekali tante Vivi dengan tak sabar menyelipkan jemari tangan kanannya diantara selangkangan kami, lalu dengan gemas ia meremas batang penisku dan mengarahkan kepala penisku yang sudah setengah terjepit disitu kemulut liang vaginanya yang terasa licin dan buntu, menandakan liang memeknya itu sangat jarang dipakai. Mungkin hanya mantan suaminya saja dulu. Aku segera menarik pinggulku agak keatas karena terasa geli-geli nikmat pada batang penisku yang diremasnya. Aku melepaskan ciumanku pada bibir tante Vivi. " Aaaoooohhh ... tante geli ahhh ...", erangku setengah keenakan. " Uuhh ... kamu nakal Ar ...", bisik tante Vivi lirih. Bibirnya yang ranum kemerahan sangat basah penuh air liurku. Kulihat wajah cantiknya tampak berkeringat basah. Kelihatan ia sudah sangat ngebet kepingin senggama. Kedua matanya yg semakin sipit memandangku lemah seolah memelas. Aku kasihan juga melihatnya. " Tante sudah kepingin sekali yaaachh ....", bisikku gemas melihatnya. Tante Vivi tidak menjawab namun jemari tangannya mencubit pinggangku keras-keras. Aku memekik kesakitan. Aaooooowww .... Lalu dengan gemas, mulutku kembali melumat bibir ranumnya yang basah, ... hanya lima detik mulutku melepas bibirnya dan bergerak keatas dan oouuuuuhhhh ... tante Vivi merintih manja saat bibir dan lidahku dengan gemas mulai menggelitiki telinga kirinya. Sesekali gigiku setengah menggigit membuat tante Vivi menggelinjang geli keenakan. " Nnnngggghhhhh .... Eenngggggghhhh .... Ar ...", pekiknya lirih. Ia sangat terangsang sekali dengan ulahku. 30 detik kemudian dengan cepat aku menggeser tubuh kebawah. Kini saatnya bagiku untuk bermain-main dengan kedua buah payudaranya sepuas mungkin. Kali kurebahkan perutku merapat ke tubuh Tante Vivi, dan mmmm ... perutku terasa menekan nikmat bukit kemaluannya yg besar ... sedikit kurasakan kalau bukit kemaluannya itu sedikit agak kasar, seperti bekas kalo ada rambut yang dicukur. Ambooooi .... Dari dekat aku dapat menyaksikan betapa luar biasa besarnya payudara tante Vivi, warnanya begitu putih bersih dan mulus. Kedua puting2 susunya yang kecil lucu seakan tidak sebanding dengan besar susunya, berwarna coklat kemerahan. Baru kali ini aku melihat seorang wanita memiliki susu yang sangat besar, selama ini aku hanya melihatnya di dalam film BF, itupun milik cewek bule. Bahkan jemari tanganku yang kubuka selebar mungkin masih belum bisa melingkari bulatan kedua buah susu Tante Vivi yang extra large. Dalam hati ... susu sebesar ini berapa ukuran BH nya yaah ...., aku jadi makin ngaceng sendiri memikirkannya. Dengan gemas kedua jemari tanganku yang sudah melingkari kedua buah susunya bergerak meremas-remas pelan ... woowww ... begitu kenyal, kencang dan hangat. " Nnngnnggghhhh ....oouuuhhh", tante Vivi memejamkan kedua matanya dan mulutnya yang basah mengerang keenakan. Aku tersenyum. Nyahook lu ... awas kuperkosa habis-habisan kau nanti tante ... bisikku dalam hati penuh nafsu. Aku menunduk dan mulutku mulai menghisap nikmat susunya yg sebelah kiri secara perlahan. Lidahku dengan gemas menyentil putingnya dan menggigit pelan. " Aawwww ...nngggghhhh ...", tante Vivi merintih semakin keras. Aku jadi ikutan terangsang. Mulutku mulai menghisap putingnya sedikit lebih keras dan ... semakin keras. Kubuka mulutku selebar mungkin, seolah ingin menelan susunya. Kuhisap sekuatnya susu kirinya sampai pipiku terasa kempot, lidahku dengan ganas memilin-milin putingnya dengan perasaan geregetan. Mmmm ..nikmatnya .... Pop ... pop ... berulang kali aku menghisap dan melepaskan hisapanku dengan kuat sampai berbunyi nyaring. Puas dengan hisapan, lidahku yang basah kujalarkan menjilati seluruh permukaan payudaranya sampai penuh dan basah oleh air liur. Tante Vivi bergerak semakin liar. Mulutnya berulang kali memekik dan mengerang keenakan menikmati sedotan mulutku pada susunya. " Aawwww ..nggghhhh .....awwww ....". Jemari tangannya tak tahan mengerumasi rambut kepalaku dengan gemas. Mulutku kini berpindah untuk menghisap, mengulum dan menjilati susunya yang sebelah kanan, sementara susunya yg kiri gantian kuremas-remas dengan lembut. Seperti juga yg kiri, aku mengenyot-ngenyot payudara kanannya membuat Tante Vivi semakin menggeliat hebat keenakan. " Aaawww ...Ar ...hu ..hu.... sudah Ar ...nggghhhh ...sudah sayang ...", erangnya tak kuat menahan rasa nikmat. Aku semakin bersemangat. Kuhisap, kukulum, kupilin, kukenyot dan kujilati payudaranya yang kanan berulang-ulang kali tanpa ampun, membuat Tante Vivi berulangkali pula memintaku untuk segera menyudahi. " Aaaww ... sudah sayang ... aduuuh ...hu..huu .. nggghhhhh ...k...kau nakal Ar ...", erang tante Vivi sambil tetap mengerumasi rambut kepalaku. Aku tak peduli, cukup lama sekali aku mengenyot dan menyusu kedua belah payudaranya yg besar. Mungkin sekitar 10 menitan lebih. Setelah puas barulah aku dapat melihat kedua buah susunya yang tadinya begitu putih mulus dan bersih itu kini sampai basah penuh liur, dan disana sini tampak kemerahan bekas hisapan mulutku. Terutama disekitar kedua putingnya yang kini tampak semakin merah saja, kulihat ada sedikit guratan merah disitu ... mungkin bekas gigitanku tadi ... gemass sih ... mana tahaaannn. Tante Vivi memandangku sayu, kedua matanya sedikit berair dan memerah, bibirnya gemetar. Wajah cantiknya itu kelihatan sedikit geregetan. " Kamu benar-benar nakal sekali Ar .... Awas kamu yaa....", bisiknya lirih padaku seakan ingin membalas dendam. Aku tersenyum padanya, lalu tiba-tiba kedua jemari tangannya tadi mendorong kepalaku kebawah. Mmmmm ... rupanya Tante Vivi ingin aku mencumbu alat kemaluannya. Woowww ... ini favoritku malah ...., dengan sigap aku menggeser ke bawah ... mmm terasa enaak saat perutku menggesek bukit kemaluannya. Lidahku kujulurkan menjilati permukaan perutnya yg halus dan sejenak sempat kugelitik lubang pusarnya dengan lidah dan bibirku. Dan ketika mukaku sampai diatas selangkangannya ..... woowwwwww ... ini dia eee ... yamko rambe yamko ... alamak indahnya alat kemaluan milik tante Vivi ini. Begitu putih dan mulus sesuai dengan warna kulit tubuhnya, disana-sini masih bisa terlihat secara samar kehitaman bekas cukuran bulu jembut kemaluannya. Alat kemaluannya itu kelihatan besar dan tebal, membentuk sebuah bukit kecil di atas selangkangannya. Kini dengan jelas aku dapat melihat dari jarak kurang dari 15 centi bibir labia mayoranya yang tebal saling menutup sangat rapat satu sama lain membentuk lekukan celah sempit memanjang vertikal sampai diatas lubang duburnya yang kecil berwarna hitam kecoklatan. Liang vaginanya seolah tertutup rapat tersembunyi oleh ketebalan labia mayoranya itu. Aroma khas bau alat kemaluannya benar-benar memabokkanku. Hidungku kembang-kempis menarik napas panjang menghirup aroma nikmat bau alat kelaminnya. Mmmm ... memang aku begitu menyukai bau alat kelamin wanita. Baunya seharum milik Dina. Namun berbeda dengan milik Dina yang sedikit lebih kecil bentuknya, alat kemaluan Tante Vivi yang besar ini dapat kuduga memiliki liang senggama yang lebih panjang dan dalam. Mmmmm ... pasti daya tampung air maninya pasti banyak sekali. Seolah mengerti pikiranku, batang penisku yang sudah ngaceng bak pisang raja itu manggut-manggut pelan mengiyakan walau sudah terjepit diatas kasur. He ... hee .. aku jadi geli sendiri. Mmmbbmbhhhfffff .... Tiba-tiba tanpa kuduga tangan tante Vivi menekan kepalaku kebawah, sehingga tanpa dapat kucegah lagi mukaku langsung nyosor terbenam ke dalam selangkangannya yang putih merangsang. Hidungku sampai amblas masuk terjepit diantara labia mayoranya yang tebal. Aku tidak bisa bernapas bebas, yang kurasakan hidungku hanya bisa menghisap udara bercampur aroma khas bau alat kewanitaannya yang menyengat dan memabokkan dari sela-sela bibir kemaluannya. Sementara mulutku yang menekan bukit kemaluannya agak sebelah bawah terasa pas berada dimulut liang vaginanya. Aku tak menyia-nyiakan. Lidahku langsung kujulurkan kebawah sepanjang mungkin menyelip dan menembus bibir kemaluannya dan secara perlahan mulai memasuki liang vaginanya yang terasa sempit dan licin. Aku kira cairan lendir vaginanya mulai mengalir keluar cukup banyak, terbukti ketika lidahku yang masuk sekitar 1 centi kedalam, liang vaginanya terasa penuh dengan cairan lendir yang sedikit amis namun enak dirasakan. Mulutku sampai mengecap nikmat berulangkali menyedot cairan vaginanya itu. Mmm ... ammbooi rasa asinnya ... Tante Vivi menggeliat hebat dan mulutnya mengerang panjang keenakan ...pinggulnya terkadang digoyangkan lembut kekiri-kanan dan juga keatas menikmati cumbuanku. " Aaaaaagghghhhhh .....nggggnnnhhhhhfff ...... ssshhhhhhh ....Aaaarrr ...", pekiknya nikmat. Jemari tangannya semakin menekan kepalaku kebawah, membenamkan mukaku seluruhnya ke bukit kemaluannya. bersambung Pengirim: Ari (Arisaru@yahoo.com) Penilaian Pembaca: Bagus = 71%, Cukup = 0%, Jelek = 29%